Minggu, 10 Mei 2009

Pembenahan dan Aneka Responnya

Oleh: Achsanul Anam Al-Maraji*

Hidup tak luput dari sebuah aturan, karena hidup dan segala mutaallaqnya di ciptakan oleh Si maha pengatur dengan serba teratur. Tidak mungkin hidup ini bisa berjalan tanpa adanya aturan (qonun-qonun), baik aturan yang bersifat tertulis, seperti haududus syari’ah, UU pemerintah, peraturan institusi non pemerintah, peraturan pesantren, kesepakatan masyarakat atau bersifat tidak tertulis seperti adat-isitadat.
Gholibnya sebuah aturan itu muncul, karena adanya penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan para oknum yaitu manusia (santri), atau untuk dijadikan sebagai standar ideal yang dipakai sebagai pijakan dalam beraktifitas. Penyimpangan terhadap sebuah aturan yang dilakukan oleh manusia (santri).

Bentuk-bentuk penyimpangan (mukholafah) itu sendiri bermacam-macam bentuknya. Diantaranya; penyimpangan dari aturan secara mutlak (baik tertulis atau tidak/aturan dogmatis agama atau konstitusi bersama), penyimpangan dari adat atau menyimpang dari hal-hal yang bersifat lebih afdhol (khilaful aula) dan lain-lain. Berbagai bentuk penyimpangan tersebut memerlukan pembenahan-pembenahan yang serius, sehingga tidak berlarut-larut tanpa terpecahkan masalahnya. Pembenahan dan penataan kembali semacam ini sifatnya harus segera dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Sebagaimana maqalah Ibnu Malik yang berbunyi:

وكل حرف مستحق للبنا * والاصل فى المبنى أن يسكنا
“setiap penyimpangan itu harus (berhak) dibangun kembali dan di benahi, dan (respon) asal terhadap sebuah pembenahan itu (kebanyakan) dengan sukun (diam tanpa sebuah argumentasi)”.

Kemudian pembenahan terhadap penyelewengan itu pasti menimbulkan berbagai gejolak dan konflik serta berbagai respon yang beragam, baik yang bersifat pro, kontra atau tanpa argumen (golput). Ha ini memang sudah menjadi konsekwensi lazim yang diterima dari sebuah pembenahan. Respon berbeda tersebut disebabkan oleh corak manusia yang berbeda, baik dari segi wawasan, pemikiran, karakter, kepentingan dan lain sebagainya.

Dalam mengklasifikasikan perbedaan golongan yang menyikapi gerakan pembaharuan dan pembenahan dapat dibagi menjadi 4 macam; a) golongan pengkritik dan klarifikasi, b) golongan kontroversial dan berbeda, c) bersatu/sepakat, dan d) golongan yang diam tanpa argumentasi.

Akhirnya penulis menghimbau dan mengajak …!, marilah kita bersama mengadakan pembenahan dari segala bentuk penyelewengan dan penyimpangan, baik penyimpangan dari jalur-jalur syari’at, peraturan pesantren, peraturan hukum ijtima’iyah (pemerintah/masyarakat/santri), adiah yang tidak mukholifu syar’I atau menyimpang dari sesuatu yang bersifat lebih utama, sehingga kita tetap berpedoman kepada maqolah salaf:
المحا فظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح
“Menjaga tradisi lama yang baik dan melakukan pembenahan dengan mengambil dan mengadopsi konsep-konsep baru yang lebih baik”

Kemudian respon yang berupa kritik, kontroversial, sepakat, dan diam itu adalah sesuatu yang sudah biasa dan pasti terjadi, sehingga hal ini tidak perlu dijadikan penghalang untuk terus maju dan terus maju dalam melakukan pembenahan".

* Penulis adalah Pengamat Agama-agama dan Peneliti Pada Islam Local Institut (IsLit)
Read Full Story

Mempertegas Identitas ASWAJA



Judul buku : Hujjah NU Aqidah-Amaliah-Tradisi
Penulis : KH. Muhyiddin Abdusshomad
Tebal Buku : xii + 121 hlm
Penerbit : Khalista
Tahun Terbit : Juni 2008
Peresensi : Rangga *


Nahdlatul Ulama (NU) adalah jamiyah yang di dirikan oleh para Kiyai Pengasuh Pesantren. Tujuan di dirikannya NU ini diantaranya adalah: a) memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlu Sunnah wal Jamaah yang menganut pada madzhab empat: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hanbali, b) mempersatukan langkah para ulama dan pengikut-pengikutnya, dan c) melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat serta martabat manusia.
Islam Ahlu Sunnah wal al-Jamaah adalah ajaran sebagaimana diungkapkan oleh Rosulullah saw yang diriwayatkan oleh Imam al-Tirmidzi, yakni “maana ‘alahi wa ash habi (apa yang aku berada diatasnya bersama sahabatku)”

Dewasa ini Ahlu Sunnah wal al-Jamaah (singkat saja menjadi ASWAJA) menjadi perebuatan-perebuatan lapangan legitimasinya. Bahkan ada yang saling mengkafirkan antar golongan satu dengan golongan yang lainnya, lebih parahnya lagi mereka yang menggunakan “stempel” ASWAJA mencari simpatisan guna kepentingan “contreng” sungguh hal yang memalukan. Layaknya ASWAJA ini mempunyai lapangan sendiri (dalam bidang aqidah dan tauhid) bukannya dibuat background dalam kampanye.

Ya, memang legitimation abuse (pergeseran legitimasi) dari ASWAJA ini patutnya jangan di jadikan percontohan terutama kita warga Nahdliyin yang tidak tahu apa-apa dan selalu dimanfaatkan oleh mereka.

Sebenarnya, nawaitu dari penulis sendiri adalah semata-mata untuk memantaplan kesalihan akidah, amaliah dan tradisi kaum Nahdliyin. Karena itu, berbagai persoalan yang diangkat dalam buku ini merujuk pada sumber-sumber primer ajaran Islam.
Juga dalam buku ini terjawab pertanyaan-pertannyaan dan seluk-beluk “pakem” yang sering di lakukan oleh warga Nahdliyin seperti tahlilan, ziarahkubur, tawasul dan lain-lain.

Memang untuk dewasa ini kaum Nahdliyin sering diserang oleh mereka yang tidak senang dan mereka yang tidak faham mengenai seluk beluk dari “pakem” yang dilakukan oleh Nahdliyin. Terutama yang patut disesalkan adalah serangan yang dilakukan oleh Makhrus Ali dalam bukunya Mantan Kiai NU menggugat sholawat dan dzikir syirik (seperti ariyah, al-fath, munjiyat, thibulqulub) yang begitu menyakitkan warga nahdliyin dan sempat membuat orang-orang yang awam tentang NU semakin menduga NU lah yang menyebarkan virus TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat).

Disinilah kepiawaian KH Muhyiddin Abdushomad untuk memberikan “hujjah” tersebut dalam bentuk buku. Karena cakupan bid’ah itu sangat luas sekali meliputi semua perbuatan yang tidak pernah ada pada masa nabi. Oleh karena penulis menerangkan dalam halaman 21 sebagian besar ulama’ membagi bid’ah menjadi lima macam; bid’ah wajibah, yakni bid’ah yang dilakukan untuk mewujudkan hal-hal yang diwajibkan oleh syara’. Bid’ah muharomah, yakni bid’ah yang bertentangan dengan syara’. Bid’ah mandubah, yakni segala sesuatu yang baik tapi tak pernah dilakukan oleh Rosulullah saw. Bid’ah makrumah, menghiasi masjid dengan hiasan yang berlebihan. Bid’ah mubahah, bid’ah yang contohnya seperti berjabat tangan setelah selesai sholat (hal 22) oleh karena itu, inilah hal yang mendasari urgenitas karakter ASWAJA dari Nahdliyin yakni al-Tawajun (moderat). Tidak seperti “wadah” lain yang selalu saling lempar kekafiran serta kesesatan satu sama lain layaknya “wadah yang beraliran fundamentalis”, disinilah juga perlu adanya sikap al-tassamuth (toleran).

Buku ini cocok untuk dijadikan pegangan bagi warga Nahdliyin yang masih awam terhadap ideology keagamaan mereka. Juga buku ini sangat cocok bagi mereka yang kontra terhadap pakem tradisi yang sering dilakukan oleh warga Nahdliyin. Dan sangatlah cocok buku ini bila dijadikan hujjah terhadap mereka yang selalu attack terhadap ideology warga Nahdliyin. Akhirnya semoga buku ini bermanfaat.
Read Full Story

Pesantrenku, Taubatku

Di dalam penjara suci terbelenggu
jiwa insaniyah gemuruh langkah kaki,
menghentakkan tirai-tirai keimanan.
Ku bersandar di sudut rumah ilahi, terdengar lantunan kalam suci, seraya menggetarkan
sukma nan fitrah.
Merintih-rintih terluntah-luntah
dalam bahtera penyesalan.
Pintu hijab terbuka perlahan-lahan
menyusuri cahaya metafisik ilahi
menusuk relung ruh insani
teremanasi pancaran aura ketakwaan
yang terdahsyat hingga mata hati terbuka
lebar menunggu wajib wujudmua ya ilahi.

By; Thoefa
Read Full Story

Kenapa Aku Dibuat

Dari kertas aku terbuat
Bahkan aku pun juga terbuat dari logam
Namun tak seberapa jika dibanding dengan kertas
Ya hargalah yang membuat aku semakin berharga

Sering aku bertanya pada diri ku sendiri
Juga pada manusia yang semakin tua

Aku bingung tentang diriku

Seberapa pentingkah diriku ini
Ketika bumi semakin keriput
Dan batas hidup kalian yang sudah mulai habis
Tidak kupahami kenapa kalian rebutkan aku

Kelak, kemarahan apa yang Tuhan timpakan kepadaku
Apakah setiap masa yang aku singgahi
Tidak mampu mengajari manusia menjadi baik

Kalau boleh aku bertanya
Berapa lama lagi aku harus menanggung dosa kalian
Lebih baik jauhilah diriku

By Aqiye, room 10
Read Full Story

PENYESALAN

Aku datang dari sisi kegelapan
Bergelut bersama lumpur kemurkaan
Kepak-kepak sayap kekejaman
Mencabik-cabik jiwaku dalam penyesalan
Aku terlena dalam sebuah fenomena
Terhanyut dalam lembah kenistaan
Seakan terbang bebas tanpa aral
Terlupa akan yang fana

Kini....
Kucari secercah cahaya mentari
Yang mampu bangkitkan jiwaku dalam buaian qolbu
Biarpun kegelapan menyelimutiku
Kan kukayuh terus langkahku
Memohon ampunanmu

Disini.... di desa ini!
Sinar sang fajar menyeruak keluar
Bersama tetes embun kesejukan
Dan! Lepaslah kini lepas kegelapan sisa malam
Kantuk dan penat
Hanyut bersama air suci pengampunan.


BY: Achsanul Anam Al-Maraji
Read Full Story

Followers